The Two Of Choice (FF)

The Two Of Choice                    


Aku rasa tiada guna lagi aku menjalani kehidupan ini, semacam hidup menanti ajal.. Apa yang sebenarnya ingin kau katakan? Hal apa yang akan membuatku terkejut saat itu??Air mata sedikit demi sedikit mulai menitik dipipinya. “Semua ini tak ada gunanya” bisiknya. “Apa yang mesti kulakukan sekarang? Haruskah ku mengakhiri hidupku kini?” Sejenak ia terdiam. Pandangannya kosong tanpa ada beban. Ia mulai berjalan menyusuri lorong sunyi nan gelap. Diambilnya sebilah pisau tangan dari kantong kemejanya. “Jangan lakukan itu! Hentikan Naeun!” seorang lelaki tampan yang tak lain adalah psikiater Naeun menyambar tangan Naeun sehingga pisaunya terlempar. “Apa kau gila? Itu semua takkan membuatmu lega!” bentak Myungsoo, psikiaternya. “Sadar Naeun-ah.. Jangan terbawa emosimu.. Apa dengan cara ini kamu bisa bertemu dengannya?” tanyanya lagi dengan aksen yang lebih lembut. Naeun hanya tertunduk diam. “Apa yang kau tau tentang aku? Haruskah kau selalu mencampuri urusanku? Haruskah kau selalu membuatku makin menderita seperti ini?” berbagai pertanyaan ia lontarkan begitu saja sambil berlalu pergi. Myungsoo hanya dapat memandangnya dan membiarkannya pergi. “Mungkin kata-katamu benar. Aku tak seharusnya mencampuri urusanmu.” Bisiknya dalam hati.
 Keesokan harinya, seperti biasa Naeun berangkat kerja dengan wajah yang muram dan pandangan kosong. Dengan ditemani sepeda-couple nya yang warnanya mulai memudar, ia melalui jalanan kota yang akan memakan waktu setengah jam. Ya, rumahnya memang berada di daerah pedesaan yang agak jauh dari kota besar. “5 tahun sudah kau melalui hari-harimu seperti ini. Sampai kapan lagi kau akan seperti ini? Kau hidup seakan mati. Bahkan aku tak yakin didalam ragamu itu terdapat suatu jiwa” bisik Myungsoo.
“Apa yang kau lakukan disana? Kenapa kau selalu mengikutiku?” Ternyata Naeun menyadari keberadaan Myungsoo. Myungsoo pun diam tanpa kata. Ia menghentikan langkahnya yang hanya berjarak 5m dari Naeun.  “Kumohon, jangan ikuti aku lagi. Jangan membuatku seperti orang aneh” ketus Naeun. Baru saja Naeun kembali berjalan, Myungsoo berlari ke arah Naeun dan mengenggam lengan Naeun. “Kau bilang jangan membuatku seperti orang aneh?! Kau kira aku menginginkannya? Kau tanya kenapa aku selalu mengikutimu? Apa di matamu aku ini orang lain?! Apa kau tak ingat dengan psikiatermu sendiri?” kesal Myungsoo. “Ya, kau hanya psikiaterku. Jadi kumohon jangan ikuti aku lagi. Ini privasi pasienmu” balas Naeun dengan pandangan tajam ke arah Myungsoo. Naeun melepaskan genggaman Myungsoo dan kembali berjalan. Myungsoo mencoba untuk menahannya, namun Naeun tetap melepaskannya. Untuk kesekian kalinya, Myungsoo hanya diam memandangi Naeun yang meninggalkannya.
*Malamnya di suatu halte di tengah kota“Selama ini, aku masih berada dalam genggamanmu, aku tak kuasa untuk meninggalkanmu.. Ini kemauanku, jangan paksa aku tuk meninggalkanmu. Biarkan aku dalam kesendirian ini.. Menanti ajalku bersamamu” Naeun bergeming dalam hati. Hujan yang turun pun tak kunjung henti. “Tepat dihadapanku ini ada kenanganku bersamamu, disinilah dimana kau menemui ajalmu. Dan aku masih bisa merasakan kehadiranmu disini” setetes demi setetes air mata mulai menghujani pipi Naeun. “Usap air matamu itu, kurasa kau benar-benar perlu seorang teman untuk menemanimu” Sela Myungsoo sembari memberikan sapu tangannya. Lagi-lagi Myungsoo muncul di hadapan Naeun. Naeunpun tak menghiraukannya dan mengambil sepeda couplenya sambil berjalan meninggalkan Myungsoo di halte itu. Myungsoo yang selalu merasa terabaikan pun mengejarnya. “Naeun, sekali ini saja, aku mohon dengarkan aku sebagai psikiatermu. Kehadiran seorang teman/orang baru akan membuat hidupmu lebih berwarna. Sehingga kau bisa sedikit melupakan kejadian 5 tahun silam. Hidup terus berjalan, waktu terus berputar, akankah kau tetap seperti ini?” kata Myungsoo. “Berapa kali lagi saya harus mengatakan? Saya tak membutuhkan siapapun disini. Saya hanya membutuhkan dia yang ada disana. Dan satu-satunya impian saya adalah menyusulnya kesana. Di kehidupan yang baru.. Bersamanya..” jawab Naeun datar. “Ketika anda mencoba untuk menyusulnya, akan saya pastikan itu takkan pernah berhasil. Mengertilah bahwa kehidupan takkan berhenti hanya karna kau kehilangan seseorang” kata Myungsoo. Naeun terdiam sejenak.“Terserah anda, saya permisi” pamit Naeun dengan ekspresi acuh. “Saya menyukai anda! Saya tertarik pada anda! Itulah sebabnya.. Itulah sebabnya selama ini saya terus mengikuti anda seperti ini!” teriak Myungsoo tiba-tiba. Hujan yang awalnya sudah mulai reda, turun dengan derasnya lagi. Naeun juga sempat menghentikan langkahnya. Entah apa yang ada dalam pikirannya, namun ia tampak seperti menangis. “Dasar bodoh kau, Myungsoo! Argh!” teriak Myungsoo.
*Dua minggu kemudian                 “Saya menyukai anda! Saya tertarik pada anda! Itulah sebabnya.. Itulah sebabnya selama ini saya terus mengikuti anda seperti ini!” “Dasar bodoh! Apa yang kau katakan kemarin tak kan ada gunanya” pikirnya dalam hati. Myungsoo masih terus mengingat kejadian dua minggu yang lalu. Karena kejadian itu, ia tak berani untuk menemui Naeun seperti biasanya. Dimana ia selalu menampakkan diri ketika Naeun berada dalam kesunyian. Kini ia pun hanya berani memandanginya dari jauh. Ia juga tak sempat memerhatikan keadaannya sendiri. Bahkan tubuhnya kini terlihat makin kurus.
                *Di kamar Naeun                 “Saya menyukai anda! Saya tertarik pada anda! Itulah sebabnya.. Itulah sebabnya selama ini saya terus mengikuti anda seperti ini!” “Benar-benar tak masuk akal. Bagaimana bisa dia mengatakan hal semacam itu?” *menghela nafas “Tapiii....” Naeun ternyata juga memikirkan hal yang sama dengan Myungsoo. Ia bahkan mulai merasakan tak kehadirannya selama dua minggu terakhir ini. “Apa dia baik-baik saja? Apa aku perlu pura-pura memeriksakan kejiwaanku padanya? Supaya aku tau keadaannya” pikir Naeun. Tiba-tiba pandangannya beralih ke salah satu laci mejanya, kemudian ia membuka laci tersebut dan mengambil sepucuk surat lusuh serta setangkai bunga mawar yang telah mengering. Dipandanginya kedua barang tersebut dengan penuh makna, yang kemudian ia meletakkan bunga mawar tersebut ke mejanya kembali dan membaca surat lusuh itu,
“11 tahun telah kita lalui bersama di panti asuhan yang sama. Dengan latar belakang yang sama, membuat kita saling memahami. Bahkan mungkin aku lebih memahami dirimu dibanding dirimu sendiri dan begitu juga sebaliknya. Kau tau? Aku benar-benar bahagia saat itu. Saat awal kau masuk ke panti asuhan itu. Kau terlihat begitu manis. Kau yang tampak malu-malu denganku tiba-tiba berubah begitu ekspresif setelah dua tahun kita saling mengenal. Kau ingat? Ketika kita masih SMA? Kita bahkan merengek pada guru kita untuk menempatkan kita di kelas yang sama. Meski itu sedikit memalukan bagiku sebagai lelaki tapi tak apalah, setidaknya itu akan menjadi kenangan kita untuk anak kita kelak. Haha :D Oh iya, nanti kerjamu sampai malam kan? nanti sepulang kerja, tunggu aku di halte biasa ya. Aku akan menjemputmu disana setelah aku dan bandku manggung di Gangnam dengan membawakan sesuatu yang menarik untukmu. Siapkah kau untuk terkejut? Hehe.. Salam sayang, Taemin-your soul”Kemudian ia kembali membuka laci mejanya, kali ini ia mengambil sebuah wadah cincin berbentuk love. “Ini hadiah terindahku atau hadiah terakhirku? Apakah ini merupakan cincin couple biasa? Ataukah ada hal lain yang mungkin ingin kau sampaikan padaku?” kenang Naeun penuh harap dalam hati dengan mata yang mulai berkaca-kaca. “Kenangan kita memang terlalu banyak, hingga aku tak kuasa untuk melepaskannya begitu saja, Taemin” sesaknya.
                *Sore harinya masih di kamar Naeun                Entah Naeun yang takut membuka lembaran baru atau memang dia tak peduli dengan kehidupan barunya, ia mencoba untuk terus berusaha memahami dirinya sendiri. Ia ingin meyakinkan dirinya tentang keberadaan Myungsoo di hatinya. Karna akhir-akhir ini ia merasakan lebih kesepian dari biasanya, tak seperti saat Myungsoo selalu mencegahnya untuk melakukan berbagai percobaan bunuh diri. “Aku rasa kau harus terus melanjutkan kehidupanmu Naeun-ah. Aku yakin dia adalah orang yang baik. Dia tulus mencintaimu. Kau tak perlu menghiraukan aku. Kejadian lima tahun silam itu, yaaa.. sebenarnya niatan awalku adalah untuk melamarmu di salah satu cafe di Gangnam. Namun, seperti saat yang kau lihat dulu, ketika aku akan menghamipirimu tiba-tiba motorku mati mendadak dan bus di belakangku menabrak motorku dari belakang hingga ku terlempar tepat di hadapanmu. Maafkan aku Naeun-ah. Maafkan aku yang telah lebih dulu meninggalkanmu sendirian.” Naeun yang semula asyik dengan lamunannya, terkejut mendengar suara yang selama ini ia tunggu kehadirannya. Namun, ia sama sekali tak berani untuk menoleh ke arah sumber suara. “Taemin, itukah kau?” tanyanya sambil terisak dan terbata-bata. “Mmm” jawab Taemin sambil mengangguk. “Menolehlah, Naeun-ah. Tak perlu takut menghadapi kenyataan ini. Maafkan aku yang telah membuatmu menderita seperti ini selama lima tahun lamanya.” Pinta Taemin. Naeunpun akhirnya menoleh perlahan, dan ia pun tersimpuh. Ia tak percaya akan apa yang dilihatnya. Ia begitu terkejut melihat kekasih lamanya yang telah meninggal lima tahun silam itu berdiri di hadapannya dengan raut wajah begitu cerah dan tenang. “Kau tampak sangat berbeda dengan lima tahun silam Naeun-ah. Apa kau benar-benar tak mengurus dirimu sendiri?” tanya Taemin dengan ekspresi sedih dan menyesal.
                Lalu Taemin mengulurkan tangannya untuk membantu Naeun berdiri, dan ia pun mengungkapkan bahwa ia ingin melihat Naeun bahagia di dunia. Dia tak ingin Naeun terus memikirkannya dan menjalani kehidupannya seakan-akan hanya tinggal menanti ajalnya tiba. Suasana yang begitu hangat nan romantis. Mereka seakan bernostalgia ke lima tahun yang lalu. Hingga tak terasa waktu tengah malam pun tiba. “Jadi, begitulah.. Kurasa itu sudah cukup bagiku untuk menjelaskanmu tentang apa yang selama ini menjadi misteri bagimu. Cincin itu sebenarnya cincin pernikahan kita. Seandainya, aku lebih berhati-hati dalam berkendara mungkin aku dan dirimu kini telah dikaruniai seorang bayi.” Kenang Taemin. “Hmm, seandainya itu benar-benar terjadi aku akan menjadi ibu sekaligus istri yang baik untuk keluarga kita. Tapi, kini semuanya hanya khayalan semata. Hanya sebatas mimpi indah kita berdua.” balas Naeun yang menyandarkan kepalanya di bahu Taemin. “Sekarang kau sudah mengerti kan apa yang mesti kamu lakukan? Tak perlu bimbang dan resah lagi. Jalani dan putuskan sekarang. Aku turut bahagia untukmu. Temuilah Myungsoo, karena aku tau dihatimu kini telah terisi sebagian tentang Myungsoo. Tak perlu takut posisiku terenggut dan mengartikan bahwa kau tak bisa menepati janji kita yang tlah lalu. Karna kini kita berada di dunia yang berbeda. Dan aku tetap yakin, meski kau sepenuhnya mencintai Myungsoo, tanpa kau sadari di sedikit celah hatimu masih ada aku. Aku juga akan selalu bersamamu dan Myungsoo. Aku mencintaimu” jelas Taemin panjang lebar sembari memeluk dan mencium kening Naeun. Naeun mengangguk pelan dengan mata yang berkaca-kaca. Dan tiba-tiba saja, tubuh Taemin samar-samar mulai menghilang. Melihat hal itu, Naeun mulai panik. Ia menatap kedua mata Taemin dalam-dalam lalu memeluknya, “Taemin jangan pergi! Tinggalah sebentar lagi, aku mohon” rengek Naeun sembari mempererat pelukanya. “Naeun, waktuku disini hanya sementara. Dan kita memang tak mungkin trus bersama seperti dulu. Jaga dirimu baik-baik Naeun-ah. Aku pergi” pamit Taemin. “Taemin.. Taemin..” Naeun memanggil namanya dengan nada sedikit terisak. Hingga akhirnya tubuh Taemin benar-benar menghilang, Naeunpun menangis sejadi-jadinya sambil terus-menerus memanggil namanya.
                *Keesokan harinya          
                  Myungsoo terus berdiri di depan jendela kamarnya sambil melihat langit dan memikirkan kenangannya ketika mencegah Naeun untuk melakukan berbagai percobaan bunuh dirinya. “Jangan lakukan itu! Hentikan Naeun!” seorang lelaki tampan yang tak lain adalah psikiater Naeun menyambar tangan Naeun sehingga pisaunya terlempar. “Apa kau gila? Itu semua takkan membuatmu lega!” bentak Myungsoo, psikiaternya. “Sadar Naeun-ah.. Jangan terbawa emosimu.. Apa dengan cara ini kamu bisa bertemu dengannya?” tanyanya lagi dengan aksen yang lembut. Naeun hanya tertunduk diam. “Apa yang kau tau tentang aku? Haruskah kau selalu mencampuri urusanku? Haruskah kau selalu membuatku makin menderita seperti ini? Bahkan kau tak tau masa laluku kan? Kita baru saling mengenal. Sadarkah kau akan hal itu?”
Mengingat kejadian itu, tiba-tiba Myungsoo mengkhawatirkan Naeun lagi. Meski ia masih ragu untuk menemuinya, tapi ia benar-benar tak tahan lagi untuk muncul di hadapan Naeun. Lalu, segera ia mengambil jaket dan kunci mobilnya yang kemudian ia bergegas pergi ke tempat kerja Naeun. Sayang, sesampainya di tempat kerja Naeun, ternyata ia tak menemukan gadis yang ia cari. Ia pun meminta alamat rumah Naeun.
                *Di rumah Naeun             
               “tok..tok..tok..” sekali.. dua kali.. tiga kali.. Myungsoo mencoba untuk tetap tenang. Ia mencoba mengetuknya sekali lagi, namun tetap masih tak ada jawaban dari dalam rumah. “Apa rumah ini kosong? Mana mungkin ia memberikan alamat rumah palsu di tempat kerjanya? Itu tidak masuk akal” pikir Myungsoo. Naeun yang sadar bahwa tamu itu adalah Myungsoo memang berusaha untuk membukakan pintu. Namun,kondisi fisik Naeun yang melemah karena sedari dua hari yang lalu tubuhnya tak terisi apapun, membuatnya tak mampu untuk beranjak dari tempat tidurnya. Untuk mengatakan “sebentar” saja ia tak kuat. Hingga akhirnya tak sengaja ia terjatuh dari kasurnya dan tangannya yang mencoba meraih meja kecil yang akan ia gunakan sebagai pijakan untuknyapun ikut terjatuh. “Aww..” teriak Naeun spontan. “Naeun? Naeun-ah! Apa kau didalam? Apa kau baik-baik saja?! Naeun-ah! Jawab aku! Apa kau di dalam?” Tanya Myungsoo sambil mencoba mendobrak pintu Naeun. Naeun yang kakinya tertindih meja kecil tadi hanya bisa merintih kesakitan, dan kemudian ia pun tak kuat untuk bangun hingga akhirnya ia pun tak sadarkan diri. Lain halnya dengan Myungsoo, ia benar-benar panik. Ia terus berteriak memanggil nama Naeun sambil mencoba untuk mendobrak pintu Naeun, namun tetap tak berhasil.
                Mendobrak dan terus mendobrak, itu yang terus dilakukan Myungsoo hingga tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang mengenakan jas putih menghampirinya “Ada apa ini? Perlu saya bantu?” tanya seorang lelaki. “Iya mas, tolong bantu saya, bantu dobrak pintu ini. Gadis di dalam sana sepertinya sedang mengalami sesuatu yang buruk! Tolong mas, cepat!” jawab Myungsoo tanpa menatap wajah lelaki itu. “Baiklah..” kata lelaki itu dan membantu mendobrak pintu Naeun. “Braak!!!” Akhirnya pintu rumah Naeun bisa terbuka, dan Myungsoo pun segera berlari kedalam mencari keberadaan Naeun. Ia terkejut melihat Naeun tergeletak dilantai dengan kaki yang tertindih meja kecil. Ia pun segera menyingkirkan meja kecil itu dari kaki Naeun dan membopong Naeun ke dalam mobilnya. Ketika ia akan menyalakan mesin mobilnya, Myungsoo teringat lelaki yang membantunya mendobrak pintu rumah Naeun tadi. Ia pun keluar dari mobilnya. Ternyata lelaki itu masih mengunci pintu rumah Naeun dari luar dan ia pun menghampiri Myungsoo yang dimana Myungsoo juga sedang berjalan kearahnya. “Ini kunci pintu rumah Naeun.” Kata lelaki itu, “Sebenarnya ia masih bimbang pada dua pilihan, namun aku berharap kamu masih mau bersabar untuk berada di dekatnya. Sebentar lagi mungkin ia akan menjadi milikmu. Aku titipkan dia padamu.” Lanjut lelaki itu. “Apa maksudmu? Siapa kau sebenarnya? Saya rasa saya pernah melihatmu di suatu tempat. Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Myungsoo dengan ekspresi berfikir keras, mencoba mengingat identitas lelaki itu. “Kau tak perlu mengenalku, kita pernah bertemu?? mungkin saja kau salah liat. Aku rasa kau harus segera pergi. Sebelum kondisi Naeun lebih parah” kata lelaki itu. Seketika itu juga, Myungsoo teringat akan kondisi Naeun, ia pun berlari ke mobilnya. Lagi-lagi, sebelum ia meninggalkan rumah Naeun, ia membuka jendela mobilnya dan melambaikan tangannya pada lelaki tadi yang dimaksudkan sebagai tanda terima kasih telah membantunya.
                Sesampainya di rumah sakit, Naeun langsung dibawa ke ruang ICU. Setengah jam kemudian, Minho, dokter yang menangani Naeun yang juga tak lain adalah rekan dari Myungsoo sendiri keluar dari ruang ICU. “Siapa gadis itu? Aku belum pernah melihat gadis seberantakan itu dalam hal penampilan” tanya Minho. “Hey, kau ini! Bukannya memberikanku informasi bagaimana keadaannya, malah menanyakan siapa dirinya? Bahkan mengkritik penampilannya. Dokter macam apa kau ini?” sindir Myungsoo sembari tersenyum. “Haha, setidaknya dokter sepertimu tak biasanya peduli dengan gadis yang tak menarik seperti itu” canda Minho. “Cukup mengkritiknya, dan beritau aku bagaimana kondisinya” jawab Myungsoo dengan nada sedikit serius dan pandangan yang tajam. “Hey! Ada apa kau ini? Ehem, baiklah. Jadi begini, kau beruntung membawanya tepa waktu. Karena ia tadi sempat kehabisan cairan tubuh. Aku rasa ia tak mengisi perutnya dengan apapun hari ini. Oh iya, dan kakinya mengalami sedikit cidera. Apa tadi dia terjatuh?” terang Minho. “Cidera? Tadi kakinya memang tertindih meja kecil. Lalu, apa dia perlu menjalani rawat inap?” tanya Myungsoo. “Tentu saja. Tapi tak akan lama. Paling dua hari dia udah boleh pulang. Cideranya kan nggak parah. Dan dia ini tadi cuma pingsan aja.” Terang Minho “Oh, syukurlah kalau begitu. Terima kasih atas bantuanmu Minho-ya!” kata Myungsoo. “Hm” balas Minho sembari tersenyum.
                Tak lama kemudian, Naeun dipindahkan ke ruang rawat inap dengan kondisi yang masih tak sadarkan diri. Melihat kondisi Naeun seperti itu, pikiran Myungsoo tiba-tiba kembali ke sesosok lelaki yang membantunya tadi. Ia terus berusaha mengingat dimana ia pernah bertemu dengannya. Ia benar-benar merasa tak asing dengan wajah laki-laki tadi. “Aku yakin aku pernah bertemu dengannya... Tapi dimana?” bisiknya dalam hati. “Taeminn,, taeminn” rintih Naeun yang mulai menggerakkan beberapa jarinya dan mengernyitkan dahinya. “Ah! Iya! Tak salah lagi! Aku pernah bertemu dengan laki-laki itu” kata Myungsoo. “Tapi mungkinkah? Lalu apa arti dari kata-katanya tadi? Bukankah ia sudah meninggal 5 tahun silam?” pikir Myungsoo. Naeun yang masih memanggil nama Taemin pun mulai membuka matanya perlahan, dan Myungsoo yang melihatnya mulai tersenyum cerah dan mengenggam tangan Naeun. “Naeun-ah, aku disini. Anggap aku sebagai sahabat atau kawanmu. Aku akan selalu berusaha tuk terus menjagamu.” Bisik Myungsoo. Naeun hanya menunjukkan senyum kecilnya. Bukannya bahagia, Myungsoo malah terlihat sangat terkejut melihat senyum kecil Naeun. “Diaa.. dia tersenyum, dia tersenyum padaku? Senyum yang berbeda dari biasanya ia tunjukkan padaku. Inikah? Taemin-ya? Inikah yang kau maksud?” bisiknya dalam hati. “Dok? Dok? Apa kau baik-baik saja?” tanya Naeun lirih. “Ah? Hahaha, Iya Naeun aku baik-baik saja.. Bagaimana keadaanmu? Aku sempat terkejut tadi melihatmu seperti itu” tanya Myungsoo. “Maaf, telah membuatmu khawatir, aku baik-baik saja dok. Aw! *menggerakkan kaki kirinya*” jawab Naeun. Sepertinya Naeun mulai terbuka dengan Myungsoo. “Hati-hati Naeun-ah, kaki kirimu memang mengalami sedikit cidera karna tertimpa meja kecil tadi, tapi hanya cidera ringan kok.  Jadi, kau tak perlu khawatir. Bahkan mungkin besok kau boleh pulang ke rumah kalau kau mau” jelas Myungsoo. “Um” jawab Naeun singkat.
                Tak terasa malam telah tiba, dan mereka berdua pun semakin dekat. “Myungsoo, apa kau tak akan pulang?” tanya Naeun. “Hm?” Myungsoo malu akan pertanyaan yang dilontarkan Naeun. “Bukan maksudku untuk mengusirmu, tapi bukankah seharian ini kau telah menemaniku disini? Itu membuatku tak enak hati. Apalagi kau seorang dokter psikiater? Bagaimana kalau ada pasien yang menunggumu di tempat praktekmu?” jelas Naeun. “Ah, iyaa hehe.. Tak perlu merasa sungkan seperti itu. Bahkan aku sangat bahagia bisa menolongmu kapanpun dan dimanapun. Pasien datang? Tidak mungkin, ini kan hari Minggu. Tiap hari Minggu praktekku selalu libur. Aku akan menemanimu disini semalaman. Supaya kau tak berbuat sesuatu hal yang membahayakan dirimu sendiri” canda Myungsoo. Wajahnya berseri sekali. Ia benar-benar bahagia melihat perubahan Naeun padanya saat itu. Meski ia masih setengah tak percaya dengan apa yang ia alami sekarang. Naeun yang dulunya selalu sibuk dengan dunianya, sedikitpun tak pernah peduli dengan apa yang ada di sekitarnya. Hidupnya hanya untuk dirinya sendiri. Kesedihannya hanya ia pendam sendiri. Bahkan di awal Myungsoo melihat Naeun dan meminta Naeun untuk datang ke tempat prakteknya, Naeun hanya diam dan selalu melontarkan kata-kata ketus. Seperti, “kurasa tak ada hubungannya denganmu” “kau belum pernah merasakan kehilangan jiwa kan? Jadi jangan belagak kau bisa mengerti aku” “aku tak membutuhkanmu”.
                *Keesokan harinya             
                 Naeun tersenyum memandangi Myungsoo yang tertidur di kursi dekatnya. “Terima kasih telah setia bersamaku selama lima tahun ini” bisiknya. Kemudian ia memandang langit-langit ruang kamarnya. Terngiang kata-kata Taemin“Sekarang kau sudah mengerti kan apa yang mesti kamu lakukan? Tak perlu bimbang dan resah lagi. Jalani dan putuskan sekarang. Aku turut bahagia untukmu. Temuilah Myungsoo, karena aku tau dihatimu kini telah terisi sebagian tentang Myungsoo. Tak perlu takut posisiku terenggut dan mengartikan bahwa kau tak bisa menepati janji kita yang tlah lalu. Karna kini kita berada di dunia yang berbeda. Dan aku tetap yakin, meski kau sepenuhnya mencintai Myungsoo, tanpa kau sadari di sedikit celah hatimu masih ada aku. Aku juga akan selalu bersamamu dan Myungsoo. Aku mencintaimu” yang membuatnya mulai menitikkan air mata. Tanpa Naeun sadari, ternyata Myungsoo melihatnya menangis. Namun, Myungsoo membiarkan Naeun melanjutkan tangisnya. Ia meyakini bahwa tangisan akan meringankan sedikit beban yang ada didalam hati seseorang.
                Tak lama kemudian, Minho masuk ke ruangan Naeun. “Bagaimana keadaanmu Nona Naeun?” tanya Minho ramah. “Hey, apa itu Myungsoo?!” sontak Minho kaget melihat rekannya yang pura-pura tertidur di dekat Naeun. “Aaah, iya ini aku. Ada apa?!” jawab Myungsoo sok cuek sambil beranjak dari kursinya. “Apa kau tak pulang kerumah lagi?” tanya Minho. Myungsoo mendekati Minho, “Nanti akan kuceritakan” bisiknya. “Hahaha, mau meriksa Naeun ya? Baiklah aku akan keluar. Naeun, aku beli kopi dulu ya” pamit Myungsoo. “Bagaimana bisa aku memiliki teman sepertinya? Ckck” gerutunya. “Memang Myungsoo sering tak pulang kerumah dok? Dokter teman dekatnya Myungsoo ya?” tanya Naeun penasaran. “Ah, itu? Haha.. Iya, kami teman semasa SMA hingga kini. Kita dulu juga satu universitas, bahkan satu fakultas. Karna itu kami sama-sama menjadi dokter. Cuma keahlian kita saja yang berbeda. Dia di kejiwaan saya di umum. Kamu sendiri? Apa kamu pacarnya? Sepertinya kalian sangat dekat?” Minho balik bertanya. “Ha? Bukan dok, kami hanya teman biasa” jawab Naeun tenang. “Mm, baiklah permisi ya.. Saya akan memeriksa keadaanmu dulu” ijin Minho yang dibalas dengan anggukan Naeun.
                       *Pemeriksaan selesai
                 “Bagaimana dok keadaan saya? Apa hari ini saya sudah boleh pulang?” tanya Naeun. “Melihat kondisimu sekarang yang jauh lebih baik dari kemarin, ya boleh sih. Tapi kamu harus istirahat total dirumah. Jangan terlalu lama berjalan dulu” jelas Minho. “Baiklah, saya tinggal ya. Semoga cepat sembuh Nona Naeun” lanjut Minho sambil tersenyum ramah. Beberapa menit kemudian Myungsoo kembali ke ruangan Naeun sambil membawa kopi. “Naeun-ah, aku sudah dengar dari Minho katanya kau boleh pulang hari ini, jadi mari kita beres-beres. Aku akan mengantarmu pulang” ajak Myungsoo. “Myungsoo” bisik Naeun dalam hati. Setelah mereka membereskan barang-barang, Naeun berjalan ke arah administrasi. “Permisi, berapa total biaya perawatan atas nama Son Naeun, kamar Teratai 25 ya sus?” tanya Naeun. “Tunggu sebentar yaa.. Maaf, atas nama Son Naeun, kamar Teratai 25 sudah terbayar lunas tadi pagi nona” jawab suster. “Ha? Siapa nama pembayarnya sus?” tanyanya lagi. “Aku yang membayarnya Naeun-ah” jawab Myungsoo tiba-tiba. “Ayo, aku akan mengantarkanmu pulang. Lagipula tak baik kau berdiri lama, cideramu masih belum sembuh total” bujuk Myungsoo. Naeun mengangguk dan berjalan disamping Myungsoo.
                Meski Naeun tak menolak berbagai kebaikan Myungsoo saat ini, namun ia merasa seperti orang bodoh. Ia paham perasaan Myungsoo yang akan sedih jika ia menolak kebaikannya dan kembali ke sikapnya yang acuh. Namun, disisi lain ia juga merasa aneh dengan perubahan sikapnya sendiri. Sesampainya di rumah, Naeun meminta Myungsoo untuk langsung pulang saja karena Naeun sedang  ingin sendiri dan istirahat. Myungsoo pun menurutinya.
                *Di kamar Myungsoo             
                 Myungsoo menatap langit-langit kamarnya sambil tersenyum mengingat senyum dan candaan mereka berdua ketika di rumah sakit kemarin. Beberapa saat kemudian, alarm handphone nya berbunyi, tertera tulisan “Besok ulang tahun Son Naeun ke 26, kali ini kau harus berhasil mendapatkan cintanya! Fighting!” “Ah, benar! Besok Naeun ulang tahun!” ia beranjak dari tempat tidurnya dan mencari beberapa ide dari internet. Tak lama kemudian, ia meraih ponselnya dan mengirimkan pesan pada Naeun, “Naeun-ah, besok ada waktu? Aku ingin memintamu untuk menemaniku ke suatu tempat” dan Naeun pun membalas “Ada, baiklah ^^” melihat Naeun membalas pesannya, Myungsoo senyam senyum sendiri. Lalu, ia pun membalas lagi “Aku akan menjemputmu pukul 4 sore”. “Iya, aku akan menunggumu ^_^” balas Naeun.
                *Keesokan harinya            
                 Myungsoo sampai di depan rumah Naeun. Diketuknya pintu rumah Naeun. Beberapa saat kemudian, Naeun membukakan pintunya. “Myungsoo?” ia terkejut melihat penampilan Myungsoo yang mengenakan kaos hitam yang dipadukan dengan jas putih dan celana soft jeans berwarna hitam. “Apa kita akan menghadiri acara resmi?” tanya Naeun bingung. “Kalau iya, maaf aku tak bisa menemanimu. Aku tak memiliki baju yang layak untuk menghadiri acara resmi” lanjut Naeun menyesal. “Sudah, ayo kita pergi. Kau seperti itu saja sudah cukup” ajak Myungsoo sambil menarik tangan Naeun. “Tapii,” melepaskan tangan Myungsoo. “Sudah ayolah!” ajak Myungsoo sekali lagi dan mengambil kunci rumah Naeun dan menarik tangan Naeun untuk kedua kalinya. Naeun pun tak menolaknya.
                  Di mobil, Myungsoo menyalakan cdnya. “Jakku nuni gane hayan geu eolgure, jillijido anha neon wae, seuljjeok useojul ttaen na jeongmal michigenne, eojjeom geuri yeppeo baby, mworalkka i gibun, neol bomyeon maeumi jeoryeoone ppeogeunhage, O eotteon daneoro neol seolmyeonghal su isseulkka, ama i sesang mallon mojara, gaman seo itgiman haedo yeppeun geu dariro, naegero georeowa anajuneun neo” Lantunan lagu IU terasa sangat indah.
                  Apalagi makna dari lagu tersebut. “Mataku tetap akan tertuju dengan wajah tulusnya, kenapa aku tak pernah bosan terhadapmu? Ketika kau sedikit tersenyum padaku, aku benar-benar bisa gila, bagaimana bisa kau menjadi begitu menawan baby? Bagaimana aku bisa menjelaskan perasaan ini? Saat melihatmu, Hatiku jadi takjub dan pedih, Oh, dengan kata apa aku bisa mengutarakanmu? Semua kata-kata di dunia ini mungkin tak cukup, dengan kedua kaki yang indah hanya dengan berdiri diam, kau berjalan menuju ku dan memelukku”            
                Saking indahnya lagu itu, Naeun pun ikut menyanyikannya lirih. Myungsoo tersenyum mendengar suara Naeun. Ia ingin Naeun sadar akan maksud dari lagu ini. Namun, tiba-tiba Naeun berhenti bernyanyi. Matanya mulai berkaca-kaca. Myungsoo menyadari hal itu, “Kau baik-baik saja?” tanyanya. “Um” jawab Naeun lirih dan memalingkan wajahnya dari Myungsoo. Beberapa menit kemudian, mobil Myungsoo berhenti di salah satu salon dan butik ternama di Gangnam. Mereka turun dari mobil mereka. Myungsoo berjalan ke arah seorang wanit cantik yang sedang merias tamunya, “Hey, Kim Yuna!” sapa Myungsoo. “Hm?” wanita itu menoleh, “Kamu? Myungsoo ya?” tanya Yuna. “Iya, kamu Myungsoo! Hey, apa kabar? Sudah lama kita nggak jumpa? Kamu keliatan lebih tampan dari SMA dulu” kenang Yuna. “Haha,iya aku Myungsoo. Baik-baik saja aku. Kau juga nampak lebih cantik. Bahkan kau masih terlihat seperti gadis usia 20 tahun. Haha” canda Myungsoo. “Haha, bisa saja kau ini! Dengar-dengar kau sudah jadi salah satu dokter psikiater ternama di Incheon ya? Wah, hebat kamu, Myungsoo!” puji Yuna. “Tapi, tumben kau datang ke salon butikku? Mm, dan siapa gadis itu? Pacarmu ya?” lanjut Yuna setengah berbisik lalu tersenyum kecil pada Naeun. “Ah, iya! Kenalin dia Son Naeun, dia calon pacarku.. haha” canda Myungsoo sambil mengedipkan mata pada Naeun. Wajah Naeun pun memerah seketika. Ia juga baru tau bahwa Myungsoo bisa seceria itu. Biasanya, ia sangat serius dan berwibawa. “Oh, nama yang bagus. Lalu, apa kau ingin aku merubahnya menjadi putri untukmu?” tanya Yuna pada Myungsoo. “Dia sudah cantik sih sebenernya, hanya perlu dipoles sedikit lagi dan mengubah gaya rambutnya serta bajunya sedikit, maka ia benar-benar akan menjadi pusat perhatian” lanjut Yuna yakin. “Apa maksudnya ini? Bukankah kita tak akan pergi ke acara resmi? Aku kira kita kesini hanya untuk mencarikanmu baju baru” tanya Naeun polos. “Sudah, dengarkan dan turuti saja apa yang Yuna lakukan padamu.” Jelas Myungsoo sambil menganggukkan kepala pada Yuna yang mengisyaratkan semuanya sudah siap.
                Beberapa lama kemudian, “Myungsoo, ini dia putrimu. Aku sudah melakukan yang terbaik dan semoga kau menyukainya” kata Yuna. Myungsoo yang sedang membaca majalah di ruang tunggu pun segera beranjak dari tempat duduknya dan menoleh ke belakang. “Naeun-ah” bisik Myungsoo. Ia benar-benar takjub akan perubahan Naeun. Naeun yang dikenakan dress mini putih tanpa lengan yang dibalut rompi berwarna kuning soft dengan rambut panjangnya yang dipotong sedikit dan bagian bawahnya dicurly yang membuatnya nampak seperti gadis feminin yang masih berusia 20 tahun. Apalagi riasan make up nya yang tidak terlalu tebal membuatnya nampak cantik natural. “Meski terkesan sederhana, namun ia tetap terlihat cantik kan?” sindir Yuna. Naeun hanya tersenyum kecil dan wajahnya kembali merona ketika Myungsoo mendekatinya dan berbisik, “kamu benar-benar berbeda”. “Terima kasih Yuna atas bantuanmu” kata Myungsoo. “Masalah biaya akan ku transfer nanti ya?” bisik Myungsoo. “Ah, tak perlu. Itu hanya make over ringan. Anggap saja hadiah dari teman lama. Semoga kencanmu berhasil” goda Yuna. Myungsoo tersenyum lalu menggenggam tangan Naeun. “Kami pergi dulu ya” pamit Myungsoo disertai anggukan Naeun. Yuna membalasnya dengan melambaikan tangannya.
                “Apa-apaan ini sebenarnya? Bagaimana aku bisa mengganti semua ini? Bahkan biaya rumah sakit kemarin juga belum aku bayar kan? Aku minta kamu jangan melakukan hal ini lagi. Aku kurang nyaman” kata Naeun dengan sedikit ketus. “Mm? Sebenarnya aku hanya ingin memberikan suasana yang berbeda untukmu. Maaf, kalau ternyata caraku salah, dan bahkan membuatmu tak nyaman.” Sesalnya. Sejenak, suasana mereka menjadi canggung. Mereka diam masing-masing. Hingga akhirnya mereka berhenti di salah satu cafe romantis. “Apa lagi ini?” tanya Naeun. “Perutku lapar Naeun-ah. Kita makan dulu ya disini. Disini makanannya enak kok” Ajak Myungsoo. “Tapi ini sepertinya cafe yang mahal. Bisakah kita cari tempat lain? Aku tak ingin berhutang budi lagi padamu” kata Naeun. “Atau jangan-jangan ini cafe milik teman lamamu lagi?” tanya Naeun. Belum sempat Myungsoo menjawab, ada sepasang kekasih yang menghampiri mereka. “Hey! Myungsoo!” sapa laki-laki itu. “Benar kan. Sudah kuduga” bisik Naeun. “Oh, hey Key!” sapa Myungsoo. “Sudah kusiapkan tempat untuk kalian berdua. Sudah sana masuk, semoga kencanmu lancar” bisiknya “Oh ya, ini calon istriku. Namanya Jung EunJi” kata Key. “Hai, aku EunJi” sapa EunJi. “Aku Myungsoo, dan ini Son Naeun” sapa Myungsoo, Naeun hanya bisa tersenyum.  “Yasudah, kami harus pergi duluan. Kau dan Naeun harus datang ke pernikahanku dan EunJi ya? Aku menanti kalian” pamit Key yang kemudian meninggalkan mereka berdua. Myungsoo lagi-lagi menggenggam tangan Naeun dan mengajaknya masuk. Awalnya, Naeun tak mau beranjak dari posisinya yang kemudian ia melihat wajah aegyo Myungsoo, Naeun pun akhirnya luluh juga. Dan mereka berdua pun masuk ke dalam cafe.
                Di dalam cafe, mereka didatangi lagi oleh salah seorang pramuniaga. “Selamat datang, meja untuk dua orang atas nama Tuan Myungsoo?” tanya pramuniaga itu. “Iya” jawab Myungsoo singkat. “Mari, saya akan antarkan ke meja anda berdua tuan” ajak pramuniaga tadi yang kemudian ia berjalan di depan Myungsoo dan Naeun. Langkah mereka bertiga terhenti di taman dalam cafe tersebut. Tampak satu set meja kursi klasik berwarna putih yang sekelilingnya terdapat rangkaian bunga lili putih dan mawar merah yang membentuk sebuah kalimat “HAPPY BIRTHDAY Naeun-ah”. “Silahkan duduk tuan, nona” kata pramuniaga mempersilahkan. “Terima kasih” kata Myungsoo sambil memberikan tip pada pramuniaga tadi. Naeun masih tertegun melihat kejutan itu. Myungsoo tersenyum melihat ekspresi Naeun. Lalu, ia pun mempersilahkan Naeun duduk di hadapannya. “Sore menjelang malam, waktu yang sangat tepat untuk melihat sunset. Didukung dengan suasana dan tempat yang pas membuat sunsetnya terasa lebih indah dari biasanya” terang Myungsoo sambil menatap ke arah sunset (samping, karna arah meja tak menghadap ke depan sunset persis). Naeun masih terdiam. Beberapa saat kemudian, makanan pun diantarkan ke meja mereka. Dua porsi chicken mozarella steak, satu porsi zupa soup, satu porsi salad sayur, satu porsi buah campur, dua orange juice, dua gelas kosong dan satu teko air es. “Selamat menikmati” kata pramuniaga sambil tersenyum ramah. Myungsoo dan Naeun pun tersenyum balik.
                “Apa ini tak berlebihan? Kurasa hidangannya terlalu banyak. Apa iya kita bisa menghabiskannya?” tanya Naeun. Myungsoo menghela nafas. Myungsoo sedikit kesal karena Naeun hanya membahas tentang mengapa mengapa dan mengapa. Sedangkan yang Myungsoo inginkan adalah Naeun terkejut dan senang akan apa yang ia berikan hari ini. “Myungsoo?” panggil Naeun. “Hm” jawab Myungsoo dengan ekspresi pasrah. “Terima kasih, aku menyukainya” kata Naeun lirih sambil tersipu. Mendengar ucapan terima kasih Naeun, senyum Myungsoo pun kembali merekah. “Sebenarnya, ada satu hal lagi yang ingin kuberikan padamu. Tapi sebelumnya kita makan hidangan kita dulu ya” ajak Myungsoo semangat. Naeun tersenyum dan mulai memakan hidangannya. Mereka makan dengan lahap. Di tengah-tengah mereka makan pun mereka sempat bercanda sebentar. Hingga akhirnya, semua hidanganpun telah habis.
                “Jadi, siapkah kau untuk terkejut malam ini?” tanya Myungsoo. “DEG!” “Kata-kata itu” ujar Naeun lirih. “Naeun-ah?” Myungsoo melambaikan tangannya didepan wajah Naeun. Naeun tetap diam. Dan keterkejutan Naeun bertambah ketika Myungsoo mengeluarkan sebuah wadah hadiah cincin berbentuk love dan Myungsoo memperlihatkan cincin itu kepada Naeun. “Mungkin ini terlalu cepat bagimu untuk menerima cincin ini dariku. Tapi, bagiku yang telah berusaha mendalami dirimu selama lima tahun ini, kurasa ini waktu yang tepat untuk memperlihatnya seberapa seriusnya aku ingin menjagamu. Maukah kau mendampingiku dan menemaniku hingga akhir hayatku?” pinta Myungsoo. Naeun terdiam, dan kedua matanya pun mulai berkaca-kaca. Myungsoo yang mengira mata Naeun berkaca-kaca karna merasa bahagia pun ikut tersenyum. “Apa ini artinya kau menerimaku? Naeun-ah? Terima kasih” tanya Myungsoo sambil memeluk Naeun dari belakang. Dan Naeun masih terdiam. Dalam benak Naeun, ia benar-benar mendapat tamparan keras. Ia ingin menjalani hari-harinya yang lebih baik seperti yang dikatakan Taemin padanya ketika itu. Tapi, di sisi lain, ia juga takut bahwa perasaan yang ia rasakan terhadap Myungsoo hanya bersifat sementara. Selain itu, seperti yang dikatakan Taemin, “Dan aku tetap yakin, meski kau sepenuhnya mencintai Myungsoo, tanpa kau sadari di sedikit celah hatimu masih ada aku. Aku juga akan selalu bersamamu dan Myungsoo. Aku mencintaimu” Naeun merasa jika itu benar-benar terjadi, maka hati Myungsoo akan terluka. Ia benar-benar dilanda dilema.
                *Di dalam mobil            
                “Mau kemana lagi kita? Ini masih belum malam kan?” ajak Myungsoo semangat. “Myungsoo, bisakah kau antarkan aku pulang? Aku lelah sekali hari ini” pinta Naeun yang kemudian memejamkan matanya. “Tapi,, hm baiklah” sahut Myungsoo pasrah. “Tapi, aku benar-benar berterima kasih padamu, Myungsoo. Ini hadiah terindah kedua ku yang pernah aku alami. Terima kasih” kata Naeun yang masih dalam keadaan memejamkan matanya. “Kedua? Jadi Taemin telah melakukan hal yang sama denganku? Sampai sejauh mana hubungan mereka sebenarnya?” pikirnya dalam hati.
                *Sesampainya di rumah Naeun
                “Sekali lagi terima kasih Myungsoo. Dan maaf tidak bisa menemanimu ke tempat selanjutnya, karena aku benar-benar lelah sekarang. Aku harap kau bisa mengerti” ujar Naeun. “Mm, aku mengerti Naeun-ah. Melihatmu begitu lelah juga akan membuatku khawatir ketika kita pergi ke tempat berikutnya. Kalau ada apa-apa telepon aku saja” kata Myungsoo sambil mengecup kening Naeun dengan penuh kasih sayang. “Aku menyayangimu. Jangan terus membuatku khawatir” lanjut Myungsoo yang secara tiba-tiba memeluk erat Naeun. “Umm,” sahut Naeun singkat. “Baiklah, kau masuk ke dalam dulu baru aku akan pulang” ujar Myungsoo. “Um” sahut Naeun menurut. Melihat Naeun telah masuk kerumahnya dengan selamat, Myungsoo pun ikut masuk ke mobilnya dan pulang kerumah.
                *Di kamar Naeun            
                “Apa yang mesti aku lakukan? Tak mungkin aku berpura-pura bahwa hatiku sepenuhnya tlah dimilikinya. Bagaimanapun juga ia harus tau bahwa aku tak mungkin memberikan cintaku sepenuhnya.” Pikir Naeun dalam hati. “Tentu itu akan begitu menyakitkan untuknya” pikirnya lagi. Sepanjang malam itu, Naeun memikirkan bagaimana caranya untuk mengatakan hal itu pada Myungsoo. Hingga keesokan harinya, Naeun meminta Myungsoo untuk bertemu dengannya setelah mereka sama-sama pulang kerja. Kebetulan jam praktek Myungsoo selesai ketika Naeun juga selesai bekerja. Mereka pun sepakat untuk bertemu di halte dimana Taemin meninggal.
                *Di halte
                “Dimana Naeun? Ini sudah jam 5 lebih 15, kenapa ia belum datang juga?” pikir Myungsoo yang mengkhawatirkan keadaan Naeun. Tak lama kemudian, Naeun datang menghampirinya dengan langkah setengah berlari. “Maaf, aku terlambat. Tadi lagi banyak pengunjung kafe” kata Naeun. Dandanan Naeun kini telah berubah sedikit tertata dan feminim. Ia lalu duduk di samping Myungsoo. Sejenak mereka terdiam, lalu Naeun pun memulai pembicaraannya “Myungsoo, aku ingin mengatakan sesuatu. Aku berfikir lebih cepat mengatakannya akan semakin baik” “Mm, katakan saja” sahut Myungsoo singkat. “Sejujurnya kemarin aku masih ragu untuk menerima lamaranmu. Aku takut perasaanku padamu sekarang ini hanya bersifat sementara. Atau seandainya perasaanku terus tumbuh, aku tak yakin hatiku akan sepenuhnya menjadi milikmu. Seperti yang kau ketahui juga. Disini, di halte ini aku kehilangan setengah jiwaku. Dan kau tau bagaimana kehidupanku setelah itu.” Jelas Naeun sambil memandang kosong ke depan *tak menatap Myungsoo. Begitu pula dengan Myungsoo. Ia sudah memprediksikan sebelumnya bahwa Naeun akan mengatakan hal ini. Sehingga ia pun tak begitu terkejut mendengar pernyataan Naeun. “Aku cenderung hidup tanpa arah. Bahkan untuk merawat diriku saja aku tak bisa. Dan setelah kejadian beberapa hari yang lalu, setelah kau mengungkapkan perasaanmu padaku secara tak sengaja dan menghindariku untuk beberapa hari.. Jujur, aku mulai berfikir bahwa aku merindukanmu. Aku merindukanmu yang selalu menasihatiku, aku merindukan pertolonganmu di tiap percobaan bunuh diriku. Aku merindukanmu seperti aku merindukan Taemin kala ia masih hidup. Dari situlah aku berfikir apakah aku mencintaimu? Dan keyakinanku diperkuat oleh pernyataan Taemin yang tiba-tiba muncul di hadapanku dan mengatakan bahwa aku mencintaimu dan ia ingin melihat kita bersatu” ungkap Naeun dengan mata yang berkaca. “Jadi, begitulah. Apakah kau sanggup hidup bersama pendampingmu yang belum yakin bisa memberikan hatinya secara utuh untukmu?” tanya Naeun. Myungsoo terdiam untuk sesaat. “Aku sanggup. Bahkan ketika aku benar-benar tak ada di hatimu dan kau berpura-pura mencintaiku aku tak keberatan. Aku bisa mencintaimu, aku bisa menyayangimu dan bisa menjagamu.  Itu menjadi tiga prioritas utama dibanding kau membalas cintaku atau tidak.” Sahut Myungsoo. “Sejujurnya ketika kau terjatuh beberapa hari yang lalu, aku bertemu dengan Taemin. Ia memintaku untuk selalu menjagamu, dan ia mengatakan bahwa aku harus membahagiakanmu karena kau mulai mencintaiku. Dan hal itu membuatku benar-benar bersemangat. Mungkin kau juga menyadari perubahan sikapku akhir-akhir ini” lanjut Myungsoo. “Apa? Kau? Bertemu Taemin? Benarkah?” seru Naeun. Mereka saling berpandangan sebentar, “Apa Taemin benar-benar menginginkan kita bersama?” pikir Naeun lirih. “Tenanglah Naeun. Kau tak perlu berfikir keras. Cukup jalani saja seperti hari-hari biasanya” ujar Myungsoo menenangkan Naeun. “Tapi jangan kembali ke sikapmu yang dingin dan tertutup seperti lima tahun silam itu ya” ledek Myungsoo. Naeun tersenyum malu. “Tapi, bagaimana denganmu? Apa kau yakin akan melanjutkan hubungan kita seperti ini?” tanya Naeun. “Mm” angguk Myungsoo. “Setelah kujelaskan semuanya tadi?” tanya Naeun lagi. “Hmm, kau fikir aku akan menyerah begitu saja? Menjadikanmu terbuka seperti ini saya aku mampu. Lima tahun.. Bayangkan saja lima tahun aku terus berusaha membuatmu kembali” ujar Myungsoo dengan ekspresi yang menggelikan sehingga membuat Naeun tertawa kecil. “Mari kita pulang. Mobilku ada di depan sana” ujar Myungsoo sambil menunjuk mobil yang diparkirnya di dekat halte. Mereka pun berjalan bersama layaknya seorang kekasih yang begitu mesra namun natural dan membuat pasangan lain iri.

                                                                          THE END



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kemana?

Aku + Kamu = Cermin ( Rangkaian Kata - Sekedar Sharing - Cerpen )

Luka Dalam Diam